ahmad akuntansi
tempat sharing dan diskusi bersama tman-tman kuliah. mari membaca !
Selasa, 29 Maret 2011
aktiva tetap tak berwujud
Aktiva Tetap Tak Berwujud yang bahas Inggrisnya Intangible Asset merupakan aktiva tetap yang secara fisik tidak dapat dilihat bentuknya, akan tetapi memberikan kontribusi nyata bagi perusahaan.
Contoh Aktiva Tetap Tak Berwujud (Intangible Asset)
Berikut adalah contoh-contoh Aktiva Tetap Tak Berwujud yang lumrah kita temui dalam dunia usaha :
a. Hak Sewa (Lease Hold)
Adalah hak yang diperoleh atas suatu sewa aktiva tertentu (sewa tempat usaha, sewa gedung, sewa mesin) yang biasanya menggunakan kurun waktu tertentu, disahkan oleh pejabat pembuat akte (notaris). Hak sewa dinyatakan sebagai aktiva tetap (tak berwujud) karena dua alasan :
(-) Hak sewa memberikan kontribusi nyata bagi perusahaan, atau dengan kata lain, atas sumber daya (dana) yang dikeluarkan diharapkan hak sewa akan memberikan manfaat kembali (berpotensi menghasilkan kas atau manfaat) di masa yang akan datang.
(-) Manfaat yang akan diterima oleh perusahaan atas kepemilikan hak sewa, akan dinikmati oleh perusahaan untuk periode waktu lebih dari satu tahun buku.
Melihat batasan (bisa dikatakan syarat) di atas, maka kita dapat memilah-milah atas kejadian sewa, apakah dibukukan sebagai aktiva tetap tak berwujud atau sebagai biaya sewa.
Contoh Kasus :
Tempat Usaha (Tanah dan Gedung) PT. Royal Bali Cemerlang diperoleh dengan cara menyewa selama 30 Tahun, dengan membayar sebesar Rp 750,000,000,-. Dalam perjalanan usahanya PT. Royal Bali Cemerlang juga menyewa sebuah mobil pick-up disewa Rp 150,000/hari.
Mengacu pada batasan aktiva tetap tak berwujud atas Hak Sewa yang telah disebutkan sebelumnya, maka transaksi sewa yang ada pada PT. Royal Bali Cemerlang hendaknya diperlakukan sebagai berikut :
Pencatatan :
Atas sewa tanah dan gedung di catat sebagai aktiva tak berwujud :
Pada saat pembayaran sewa dicatat :
[-Debit-]. Lease Hold = Rp 750,000,000,-
[-Credit-]. Kas = Rp 675,000,000.-
[-Credit-]. PPh Pasal 4(2) = Rp 75,000,000,-
Pada saat penyetoran PPh Pasal 4(2) :
[-Debit-]. PPh Pasal 4(2) = Rp 75,000,000,-
[-Credit-]. Kas = Rp 75,000,000,-
Penjelasan :
(-). Transaksi sewa ini diakui sebagai perolehan Aktiva Tetap Tak Berwujud (intangible asset) yaitu berupa Hak sewa (Lease Hold), karena sewa tersebut berjangka waktu 30 tahun, yang artinya atas cost sewa yang dikeluarkan sekarang, perusahaan akan memperoleh manfaat (menjadikannya sebagai tempat usaha) untuk masa waktu yang lebih dari satu tahun buku, untuk itu transaksi sewa ini eligable diakui sebagai aktiva tetap tak berwujud.
(-). Persewaan suatu aktiva, merupakan Taxable Object, yaitu PPh Pasal 4 (2), diakui sekarang atau nanti tetap akan mengakui. Jika tidak di akui sekarang, nanti akan dikoreksi oleh pihak kantor pajak. Mengingat Conservatism principle, bukankah setiap potensi pengeluaran maupun kewajiban, hendaknya diakui sesegera mungkin ?.
Atas sewa mesin & mobil dicatat sebagai biaya :
Pada saat pembayaran sewa dicatat :
[-Debit-]. Biaya Sewa = Rp 150,000,-
[-Credit-]. Kas = Rp 135,000,-
[-Credit-]. PPh Pasal 23 = Rp 15,000,-
Pada saat pembayaran PPh Pasal 23 :
[-Debit-]. PPh Pasal 23 = Rp 15,000,-
[-Credit-]. Kas = Rp 15,000,-
Catatan :
Sewa mobil yang biayar harian langsung diakui sebagai biaya, karena atas pengeluaran perusahaan sebesar Rp 150,000,- perusahaan hanya akan memperoleh manfaat selama satu hari (kurang dari 1 tahun buku).
Sewa jenis ini adalah obyek PPh Pasal 23, dimana perusahaan bertindak selaku pemotong.
b. Organization Cost.
Adalah pengeluaran-pengeluaran perusahaan yang terjadi sehubungan dengan set-up perusahaan sebelum beroperasi, contohnya : pembayaran kepada notaris. Pengeluaran ini diakui sebagai perolehan aktiva tak berwujud, karena atas pengeluaran tersebut perusahaan akan memperoleh manfaat yang lebih dari satu tahun buku juga, yaitu selama perusahaan masih beroperasi.
c. Perijinan (Permit & Licences)
Periijinan adalah hak perusahaan yang diperoleh dari pihak pemerintah baik daerah maupun pusat untuk melakukan suatu aktivitas tertentu terkait dengan bidang usahanya. Ijin-ijin perusahaan tentu ada jangka waktunya, dan jika masa berlakunya telah habis maka ijin tersebut harus diperpanjang atau diperbaharui. Namun demikian ijin usaha atau aktivitas tertentu atas terkait dengan usaha biasanya memiliki jangka waktu 3 sampai 30 tahun, yang artinya lebih dari satu tahun buku. Untuk itu Ijin diakui sebagai aktiva tetap tak berwujud.
d. Hak Patent
Hak Patent adalah hak yang diperoleh atas suatu penemuan tertentu. Dimana atas penemuan tersebut, penemu akan memperoleh manfaat tertentu untuk kurun waktu tertentu dan dapat diperpanjang. Penemuan tersebut bisa berupa suatu produk, atau rekayasa, atau formula, atau system, atau cara tertentu.
e. Merk Dagang (Trade Mark)
Merk Dagang (Trade Mark) yang biasa disingkat TM, adalah hak yang diperoleh atas suatu merk komersial tertentu. Hak ini bisa berupa logo, tulisan, bentuk, symbol, atau kombinasinya, yang mewakili suatu organisasi/perusahaan tertentu.
f. Hak Penggandaan (Copyright)
Copyright adalah hak yang berikan atas suatu penulisan, baik itu berupa karya ilmiah, puisi, novel, maupun lyric lagu, notasi lagu/irama tertentu, script atau scenario film tertentu. Copyright meliputi hak untuk memperbanyak dan mengedarkannya.
g. Franchise
Adalah hak yang diperoleh untuk melakukan suatu usaha tertentu, atau memasarkan produknya, sekaligus mengikuti pola usaha, cara pengelolaan, penggunaan logo maupun penggunaan alat usaha tertentu yang aslinya dimiliki oleh perusahaan yang memberikan hak franchise.
h. Goodwill
Adalah kelebihana-kelebihan, keistimewaan tertentu yang dimiliki oleh perusahaan, yang oleh karenanya menjadi dinilai lebih oleh pihak lain. Kelebihan/keisitimewaan tersebut bisa karena perusahaan memiliki reputasi manajemen yang sangat bagus, menghasilkan suatu produk unggul yang sulit dicari pesaingnya, letaknya strategis, dan lain-lain.
Catatan penting : Goodwill hanya diakui (dibuatkan perkiraan) jika terjadi suatu transaksi, yang mana dalam transaksi tersebut perusahaan dinilai lebih oleh pihak lain. Transaksi yang dimaksudkan bisa berupa : penjualan perusaahaan, bergabung/berhentinya sekutu (anggota persero) baru, merger atau akuisisi.
Perlakuan Akuntansi Aktiva Tetap Tak Berwujud
Pada dasarnya permasalahan akuntansi atas aktiva tetap tak berwujud (intangible asset) sama saja dengan aktiva tetap berwujud, yaitu :
1. Perolehan (Acquisition Cost)
Sama halnya dengan Tangible Asset, Perolehan atas Intangible Asset juga dicatat sebesar nilai faktur ditambah dengan pengeluaran-pengeluaran yang menyertainya.
2. Pengeluaran-Pengeluaran setelah perolehan (Expenditures)
Jika terjadi pengeluaran-pengeluaran setelah perolehan, maka konsep kapitalisasi maupun pembebanannya sama saja dengan tangible asset (aktiva tetap berwujud).
3. Amortisasi (Amortization)
Amortisasi adalah pengalokasian harga perolehan ke beban usaha (biaya), yang pada aktiva tetap dikenal dengan depresiasi (penyusutan). Penghitungan maupun pencatatan atas amortisasi sama saja dengan cara penghitungan maupun pencatatan atas penyusutan aktiva tetap berwujud.
Hal penting yang perlu diketahui :
(-). Amortisasi kebanyakan merupakan biaya usaha dan jarang digolongkan ke dalam harga pokok produksi, kecuali merk dagang yang memang digolongkan ke dalam kelompok harga pokok penjualan.
(-). Amortisasi lebih baik jika dihitung menggunakan metode garis lurus saja, karena pada dasarnya intangible asset tidak dipengaruhi, bahkan tidak ada hubungannya dengan output produk yang dihasilkan oleh perusahaan.
4. Pelaporan (disclosure)
Intangible asset dilaporkan hanya nilai bersihnya (net value) setelah dikurangi akumulasi amortisasinya. Akumulasi amortisasi tidak pernah dimnculkan di dalam neraca.
terima kasih !
*berbagai sumber
Minggu, 20 Maret 2011
AKTIVA TETAP BERWUJUD
Adalah aktiva – aktiva yang berwujud yang sifatnya relatif permanaen yang digunakan dalam kegiatan perusahaan yang normal isitlah realtif permanent menunjukkan sifat di mana aktiva yang bersangkutan dapat digunakan dalam jangka waktu yang relatif cukup lama.
Aktiva tetap berwujud yang dimiliki oleh suatu perusahaan dapat mempunyai macam – macam bentuk seperti tanah, bangunan, mesin – mesin dapat alat – alat, kendaraan, mebel dan lain – lain. Dari macam – macam aktiva tetap berwujud di atas untuk tujuan akutansi dilakukan pengelompokan sebagai berikut :
Klasifikasi Aktiva Tetap Berwujud
- Aktiva tetap yang umurnya tidak terbatas contohnya tanah.
- Aktiva tetap yang umurnya terbatas dan apabila sudah habis masa penggunaannya bisa diganti dengan aktiva sejenis
- Aktiva tetap yang umurnya terbatas dan apabila sudah habis masa penggunaannya tidak dapat diganti dengan aktiva yang sejenis,
Harga Perolehan Aktiva Tetap Berwujud
Untuk menentukan besarnya harga perolehan suatu aktiva, berlaku prinsip yang menyatakan bahwa semua pengeluaran yang terjadi sejak pembelian sampai aktiva itu siap dipakai harus dikapitalisasi. Karena jenis aktiva itu macam – macam maka masing – masing jenis mempunyai masalah – masalah khusus yang akan dibicarakan berikut ini :
1. Tanah
Harga perolehan tanah terdiri dari berbagai elemen seperti; harga beli, komisi pembelian, bea balik nama, biaya penelitian tanah, iuran-iuran (pajak-pajak) selama tanah belum dipakai, biaya merobohkan bangunan lama, biaya perataan tanah, pajak-pajak yang jadi beban pembeli tanah pada waktu pembelian tanah. Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki keadaan tanah tetapi mempunyai umur yang terbatas tidak dikapitalisasi dalam rekening tanah tetapi dicatat sendiri dalam rekening jalan-jalan dan jembatan. Biaya-biaya seperti itu misalnya biaya untuk membuat jalan, trotoar, dan saluran air. Jika tanah dimiliki untuk tujuan investasi, maka semua biaya yang timbul dalam hubungannya dengan tanah tersebut selama masa pemilikan dikapitalisasi menambah harga perolehan.
2. Bangunan
Biaya yang dikapitalisasi sebagai harga perolehan gedung adalah; harga beli, biaya perbaikkan sebelum gedung itu dipakai, komisi pembelian, bea balik nama, pajak-pajak yang menjadi tanggungan pembeli pada waktu pembelian. Apabila gedung itu dibuat sendiri maka harga perolehan gedung terdiri dari; biaya-biaya pembuatan gedung, biaya perencanaan, biaya pengurusan izin bangunan, pajak-pajak selama masa pembangunan gedung, bunga selam pembuatan gedung, asuransi selama masa pembangunan. Alat-alat perlengkapan gedung seperti tangga berjalan, lift dan lain-lain dicatat tersendiri dalam rekening alat-alat gedung dan akan didepresiasi selama umur alat-alat tersebut.
3. Mesin dan Alat-alat
Yang merupakan harga perolehan mesin dan alat-alat adalah; harga beli, pajak pajak yang menjadi beban pembeli, biaya angkut, asuransi dalam perjalanan, biaya pemasangan, biaya-biaya yang dikeluarkan selama masa percobaan mesin. Apabila mesin itu dibuat sendiri maka harga perolehannya terdiri dari semua biaya yang dikeluarkan untuk membuat mesin. Mesin yang disewa dari pihak lain, biaya sewanya tidak dikapitalisasi tetapi dibebankan sebagai biaya pada periode terjadinya.
4. Kendaraan
Yang termasuk harga perolehan kendaraan adalah harga faktur, bea balik nama dan biaya angkut. Pajak-pajak yang dibayar setiap periode seperti pajak kendaraan bermotor, jasa raharja, dan lain-lain dibebankan sebagai biaya pada periode yang bersangkutan. Harga perolehan kendaraan ini didepresiasi selama masa kegunaannya.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penentuan Beban Penyusutan
Tiga faktor menurut Horgren & Harison yang akan mempengaruhi penetapan beban penyusutan yaitu; Harga peolehan, Umur kegunaan, Nilai sisa (1997 506).
Sedangkan menurut Smith & Skousen (1997 492) menyatakan ada empat faktor yang mempengaruhinya, antara lain :
1. Biaya / harga perolehan aktiva tetap
meliputi seluruh pengeluaran yang berkaitan dengan perolehan dan penyiapannya untuk dapat digunakan.
2. Nilai Residual
Jumlah yang diperkirakan dapat direlisasikan pada saat aktiva sudah tidak digunakan lagi.
3. Masa Manfaat
Aktiva tetap selain tanah memiliki masa manfaat terbatas karena faktor-faktor fisik dan fungsional tertentu.
4. Pola Penggunaan
Untuk menandingkan harga perolehan aktiva tetap terhadap pendapatan, beban penyusutan periode harus mencerminkan setepat mungkin pola penggunaan.
Dapat disimpulkan dari pendapat-pendapat di atas bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi dalam penentuan penyusutan adalah sebagai berikut :
1. Dasar penyusutan yang terdiri atas :
a. Nilai perolehan aktiva tetap.
b. Nilai residu yang diperkirakan
2. Masa Manfaat
3. Pola Penggunaan
Metode-metode Penyusutan (Depreciation Method)
1. Metode Garis Lurus (Straight Line Method)
Metode ini menganggap aktiva tetap akan memberikan kontribusi yang merata (tanpa fluktuasi) disepanjang masa penggunaannya, sehingga aktiva tetap akan mengalami tingkat penurunan fungsi yang sama dari periode ke periode hingga aktiva diarik dari penggunaannya.
Metode ini termasuk yang paling luas dipakai. Untuk penerapan “Matching Cost Principle”, metode garis lurus dipergunakan untuk menyusutkan aktiva-aktiva yang fungsionalnya tidak terpengaruh oleh besar kecilnya volume produk/jasa yang dihasilkan. Misalnya : bangunan, peralatan kantor.
Depresiasi dihitung dengan rumus :
Depresiasi = {(Harga perolehan – Nilai sisa) /Taksiran umur kegunaan}
2. Metode Saldo Menurun (Declining Balance Method)
Aktiva tetap dianggap akan memberikan kontribusi terbesar pada periode diawal-awal masa penggunaanya, dan akan mengalami tingkat penurunan fungsi yang semakin besar di periode berikutnya seiring dengan semakin berkurangnya umur ekonomis atas aktiva tersebut.
Metode ini sesuai jika dipergunakan untuk jenis aktiva tetap yang tingkat kehausannya tergantung dari volume produk yang dihasilkan, yaitu jenis aktiva mesin produksi.
3. Metode Jam Jasa (service hours method)
- Metode ini didasarkan pada anggapan bahwa aktiva (terutama mesin-mesin) akan lebih cepat rusak bila digunakan sepenuhnya (full time)
- Dalam cara ini beban depresiasi dihitung dengan dasar satuan jam jasa. Beban depresiasi periodic besarnya akan sangat tergantung pada jam jasa yang terpakai (digunakan).
Depresiasi dengan metode ini dihitung dengan rumus :
Depresiasi/Jam = {(Harga perolehan – Nilai sisa)/Taksiran jam jasa }
Depresiasi = {(Depresiasi/jam) x Jam penggunaan}
Depresiasi/Jam = {(Harga perolehan – Nilai sisa)/Taksiran jam jasa }
Depresiasi = {(Depresiasi/jam) x Jam penggunaan}
4. Metode Hasil Produksi (productive output method)
Dalam metode ini umur kegunaan aktiva ditaksir dalam satuan jumlah unit hasil produksi. Beban depresiasi dihitung dengan dasar satuan hasil produksi, sehingga depresiasi tiap periode akan berfluktuasi sesuai dengan fluktuasi hasil produksi. Depresiasi dihitung sebagai berikut :
Depresiasi/satuan = {(Harga perolehan – Nilai sisa) /Taksiran hasil produksi}
Depresiasi = (Depresiasi/satuan x satuan hasil produksi)
Depresiasi/satuan = {(Harga perolehan – Nilai sisa) /Taksiran hasil produksi}
Depresiasi = (Depresiasi/satuan x satuan hasil produksi)
5. Metode Jumlah Angka Tahun (sum years digits methods)
Perhitungan beban depresiasi :
Thn -1 : Depresiasi = H. Perolehan - Nilai Sisa (Thn akhir / ∑ n )
Thn – n : Depresiasi = H..Perolehan - Nilai Sisa ( (Thn akhir–thn n+1) /∑ n
Thn -1 : Depresiasi = H. Perolehan - Nilai Sisa (Thn akhir / ∑ n )
Thn – n : Depresiasi = H..Perolehan - Nilai Sisa ( (Thn akhir–thn n+1) /∑ n
Pengeluaran-Pengeluaran Aktiva Tetap Berwujud
Pengeluaran modal (capital expenditure), adalah pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh suatu manfaat yang akan dirasakan lebih dari satu periode akuntansi. Pengeluaran-pengeluaran seperti ini dicatat dalam rekening aktiva (dikapitalisasi).
Pengeluaran pendapatan (revenue expenditure), adalah pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh suatu manfaat yang hanya dirasakan dalam periode akuntansi yang bersangkutan. Oleh karena itu pengeluaran-pengeluaran seperti ini dicatat dalam rekening biaya
Memberhentian Aktiva
Aktiva tetap bisa dihentikan pemakaiannya dengan cara dijual, ditukarkan, maupun karena rusak. Pada waktu aktiva tetap dihentikan dari pemakian maka semua rekening yang berhubungan dengan aktiva tersebut dihapuskan.
Asuransi Kebakaran
Perusaahan biasanya mengasuransikan harta benda terhadap kemungkinan timbulnya kerugian karena kebakaran. Perjanjian asuransi ini dinyatakan dalam polis. Perusahan asuransi akan mengganti kerugian dalam hal adanya kebakaran, maksimum sebesar jumlah pertanggungan yang dinyatakan dalam polis
Asuransi Bersama
Syarat asuransi bersama adalah syarat menyatakan bahwa apabila harta benda diasuransikan (dipertanggung jawabkan) dengan jumlah yanglebih rendah dari pada suatu persentase tertentu dari pasar benda tersebut pada saat terjadinya kebakaran, maka perusahan yang mempertanggungkan akan memikul kerugian karena kebakaran sebanding dengan selisih jumlah pertanggungan dengan persentase tertentu dari harga pasar harta tersebut
Jumlah kerugian yang akan diganti oleh perusahaan asuransi adalah yang paling rendah dari jumlah berikut :
- jumlah yang dibebankan kepada perusahaan asuransi yang dihitung dengan cara asuransi bersama
- jumlah pertanggungan dalam polis
- jumlah kerugian yang sebenarnya
Polis Gabungan
Apabila perusahaan mengasuransikan beberapa aktiva dalam satu polis, maka polis itu akan menunjukkan syarat alokasi yang dasarnya adalah harga pasar aktiva – aktiva tersebut pada saat terjadinya kebakaran
Pencatatan Asuransi Kebakaran
Apabila terjadi kebakaran atas harta yang diasuransikan maka langkah – langkah yang dilakukan untuk mengadakan pencatatan akuntansinya adalah sebagai berikut :
- Menyusun kembali catatan – catatan yang terbakar
- Menyesuaikan buku – buku agar dapat menunjukkan keadaan yang sebenarnya pada saat kejadiannya kebakaran
- Menentukan nilai buku aktiva yang terbakar
- Membebankan nilai buku aktiva yang terbakar dan biaya – biaya yant timbul pada saat kebakaran, ke rekening kerugian kebakaran
- Menetukan jumlah yang diterima dari perusahaan asuransi
- Rekening kerugian kebakaran dikredit dengan jumlah ini dan jumlah yang diterima dari penjualan aktiva yang terbakar
- Menutup saldo rekening kerugian ke rekening laba rugi. Saldo ini menunjukkan rugi atau laba dari kebakaran
terima kasih.
*berbagai sumber
PERSEDIAAN BARANG
PEMERIKSAAN PERSEDIAAN
(INVENTORIES)
11.1 PENGERTIAN PERSEDIAAN
Menurut Standar Akuntansi Keuangan (PSAK No.14, hal 14.1 s/d 14.2 & 14.9 – IAI, 2002, persediaan adalah aktiva:
1. Yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal.
2. Dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan; atau
3. Dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam proses atau pemberian jasa.
Persediaan meliputi barang yang dibeli dan disimpan untuk dijual kembali, misalnya barang dagang dibeli oleh pengecer untuk dijual kembali, atau pengadaan tanah dan properti lainnya untuk dijual kembali. Persediaan juga mencakup barang jadi yang telah diproduksi, atau barang dalam penyelesaian yang sedang diproduksi perusahaan, dan termasuk bahan serta perlengkapan yang akan digunakan dalam proses produksi.
Biaya persediaan harus meliputi semua biaya pembelian, biaya konversi, dan biaya lain yang timbul sampai persediaan berada dalam kondisi dan tempat yang siap untuk dijual atau dipakai.
Persediaan harus diukur berdasarkan biaya atau nilai realisasi, mana yang lebih rendah (the lower ofcost and net realiable value)
Persediaan meliputi barang yang dibeli dan disimpan untuk dijual kembali, misalnya barang dagang dibeli oleh pengecer untuk dijual kembali, atau pengadaan tanah dan properti lainnya untuk dijual kembali. Persediaan juga mencakup barang jadi yang telah diproduksi, atau barang dalam penyelesaian yang sedang diproduksi perusahaan, dan termasuk bahan serta perlengkapan yang akan digunakan dalam proses produksi.
Biaya persediaan harus meliputi semua biaya pembelian, biaya konversi, dan biaya lain yang timbul sampai persediaan berada dalam kondisi dan tempat yang siap untuk dijual atau dipakai.
Persediaan harus diukur berdasarkan biaya atau nilai realisasi, mana yang lebih rendah (the lower ofcost and net realiable value)
Persediaan mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
· Biasanya merupakan aktiva lancar(current assets) karena masa perputarannya biasanya kurang atau sama dengan satu tahun.
· Merupakan jumlah yang besar, terutama dalam perusahaan dagang dan industri.
· Mempunyai pengaruh yang besar terhadap neraca dan perhitungan laba rugi, karena kesalahan dalam menentukan persediaan pada akhir periode akan mengakibatkan kesalahan dalam jumlah aktiva lancar dan total aktiva, harga pokok penjualan, laba kotor dan laba bersih, taksiran pajak penghasilan, pembagian dividen dan laba rugi ditahan, kesalahan tersebut akan terbawa ke laporan keuangan periode berikutnya.
Contoh dari perkiraan-perkiraan yang biasa digolongkan sebagai persediaan adalah:
· Bahan baku {raw materials)
· Barang dalam proses (work in process)
· Barang jadi (finished goods)
· Suku cadang (spare-parts)
· Bahan pembantu: olie, bensin, solar
·
Barang dalam perjalanan (goods in transit), yaitu barang yang sudah dikirim oleh Supplier tetapi belum sampai di gudang perusahaan.
Barang dalam perjalanan (goods in transit), yaitu barang yang sudah dikirim oleh Supplier tetapi belum sampai di gudang perusahaan.
·
Barang konsinyasi: consignment out (barang perusahaan yang dititip jual pada perusahaan lain). Sedangkanconsignment in (barang perusahaan lain yang dititip jual di perusahaan) tidak boleh dilaporkan/dicatat sebagai persediaan perusahaan.
Barang konsinyasi: consignment out (barang perusahaan yang dititip jual pada perusahaan lain). Sedangkanconsignment in (barang perusahaan lain yang dititip jual di perusahaan) tidak boleh dilaporkan/dicatat sebagai persediaan perusahaan.
11.2 TUJUAN PEMERIKSAAN (AUDIT OBJECTIVES) PERSEDIAAN
1. Untuk memeriksa apakah terdapatinternal control yang cukup baik atas persediaan,
2. Untuk memeriksa apakah persediaan yang tercantum di neraca betul-betul ada dan dimiliki oleh perusahaan pada tanggal neraca.
3. Untuk memeriksa apakah metode penilaian persediaan (valuation)sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia/Standar Akuntansi Keuangan.
4. Untuk memeriksa apakah sistem pencatatan persediaan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia/SAK.
5. Untuk memeriksa apakah terhadap barang-barang yang rusak(defective), bergerak lambat (s/owmoving) dan ketinggalan mode(absolescence) sudah dibuatkanallowance yang cukup.
6. Untuk mengetahui apakah ada persediaan yang dijadikan jaminan kredit.
7. Untuk mengetahui apakah persediaan diasuransikan dengan nilai pertanggungan yang cukup.
8. Untuk mengetahui apakah ada perjanjian pembelian/penjualan persediaan (purchasel sales commitment) yang mempunyai pengaruh yang besar terhadap laporan keuangan,
9. Untuk memeriksa apakah penyajian persediaan dalam laporan keuangan sudah sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia/SAK.
Penjelasan atas tujuan pemeriksaan
1. Untuk memeriksa apakah terdapatinternal control yang cukup baik atas persediaan, Jika akuntanpublik dapat meyakinkan dirinya bahwainternal control atas perolehan, penyimpanan dan pengeluaran persediaan berjalan efektif, maka luasnya pemeriksaan dalam melakukan substantive test atas persediaan dapat dipersempit.
Beberapa ciri internal control yang baik atas persediaan adalah:
1. Adanya segregation of duties(pemisahan tugas dan tanggung jawab) antara bagial pembelian, penerimaan barang, gudang, akuntansi dan keuangan.
2. Digunakannya formulir-formulir yangprenumbered (bernomor urut tercetak), seperti:
· Purchase requisition (permintaan pembelian), purchase order (order pembelian),
· Delivery order (surat jalan),receiving report (laporan penerimaan barang), sales order (order penjualan), sates invoice(faktur penjualan).
1. Untuk pembelian dalam jumlah besar dilakukan melalui tender.
2. Adanya sistem otorisasi, baik untuk pembelian, penjualan, penerimaan kas/bank, maupun pengeluaran kas/bank.
3. Digunakannya anggaran {budget)untuk pembelian, produksi, penjualan, dan penerimaan serta pengeluaran kas.
4. Pemesanan barang dilakukan dengan memperhitungkan economic order quantity dan iron stock.
5. Digunakannya perpetual inventory system dan stock card, terutama di perusahaan yang nilai persediaan per jenisnya cukup material.
6. Untuk memeriksa apakah persediaan yang tercantum di neraca betul-betul ada dan dimiliki oleh perusahaan pada tanggal neraca.
Dahulu kala di Amerika pernah terjadi “Robinson Case”, yaitu adanya perusahaan yang melaporkan saldo persediaannya sangat besar, padahal sebenarnya jumlah tersebut banyak yang fiktif. Sejak kasus itu akuntan publik diharuskan untuk melakukan pengamatan terhadap persediaan perusahaan per tanggal neraca, untuk meyakinkan keberadaan persediaan tersebut. Dalam hal ini saldo persediaan termasuk barang dalam perjalanan dan barang konsinyasi (hanyaconsignment out).
Dahulu kala di Amerika pernah terjadi “Robinson Case”, yaitu adanya perusahaan yang melaporkan saldo persediaannya sangat besar, padahal sebenarnya jumlah tersebut banyak yang fiktif. Sejak kasus itu akuntan publik diharuskan untuk melakukan pengamatan terhadap persediaan perusahaan per tanggal neraca, untuk meyakinkan keberadaan persediaan tersebut. Dalam hal ini saldo persediaan termasuk barang dalam perjalanan dan barang konsinyasi (hanyaconsignment out).
1. Untuk memeriksa apakah metode penilaian persediaan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan
Pada umumnya persediaan dinilai berdasarkan harga perolehan (acquisition cost), dalam hal ini bisa dipilih metode FIFO (first in first out),LIFO (last in first out) atau AVERAGE COST (moving average atau weighted average).
Untuk barang-barang yang harga jualnya sudah pasti (logam mulia) atau cepat rusak (hasil pertanian seperti sayuran dan buah-buahan) bisa di nilai berdasarkan harga jual. Untuk barang-barang yang usang, rusak atau bergerak lambat bisa diadakan penyisihan (allowance) sehingga sesuai dengan metode lower of cost or market (mana yang lebih rendah antara harga perolehan dan harga pasar). Dalam keadaan inflasi, penggunaan FIFO akan mengakibatkan harga pokok penjualan rendah dan laba kotor menjadi tinggi; penggunaan LIFO akan menghasilkan laba kotor yang rendah; penggunaan AVERAGE COST akan menghasilkan laba kotor yang lebih kecil dibandingkan FIFO tetapi lebih besar dari penggunaan LIFO. Dari segi undang-undang pajak tidak diperkenankan menggunakan LIFO karena berarti pajak yang terutang akan lebih kecil dibandingkan penggunaan FIFO dan AVERAGE COST akan menghasilkan laba kotor yang lebih kecil dibandingkan FIFO tetapi lebih besar daripada penggunaan LIFO.
Pada umumnya persediaan dinilai berdasarkan harga perolehan (acquisition cost), dalam hal ini bisa dipilih metode FIFO (first in first out),LIFO (last in first out) atau AVERAGE COST (moving average atau weighted average).
Untuk barang-barang yang harga jualnya sudah pasti (logam mulia) atau cepat rusak (hasil pertanian seperti sayuran dan buah-buahan) bisa di nilai berdasarkan harga jual. Untuk barang-barang yang usang, rusak atau bergerak lambat bisa diadakan penyisihan (allowance) sehingga sesuai dengan metode lower of cost or market (mana yang lebih rendah antara harga perolehan dan harga pasar). Dalam keadaan inflasi, penggunaan FIFO akan mengakibatkan harga pokok penjualan rendah dan laba kotor menjadi tinggi; penggunaan LIFO akan menghasilkan laba kotor yang rendah; penggunaan AVERAGE COST akan menghasilkan laba kotor yang lebih kecil dibandingkan FIFO tetapi lebih besar dari penggunaan LIFO. Dari segi undang-undang pajak tidak diperkenankan menggunakan LIFO karena berarti pajak yang terutang akan lebih kecil dibandingkan penggunaan FIFO dan AVERAGE COST akan menghasilkan laba kotor yang lebih kecil dibandingkan FIFO tetapi lebih besar daripada penggunaan LIFO.
1. Untuk memeriksa apakah sistem pencatatan persediaan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
Ada dua sistem pencatatan persediaan yang biasa digunakan, yaitu perpetual system danphysical (periodical) system. Dalam perpetual system, setiap ada pembelian, perkiraan persediaan akan didebit, setiap ada penjualan, perkiraan persediaan akan dikredit. Jika digunakanphysical system, perkiraan persediaan tidak pernah didebit waktu pembelian dan tidak pernah dikredit waktu ada penjualan. Karena itu jika perusahaan ingin mengetahui berapa saldo persediaan pada akhir periode, harus dilakukan stock opname (perhitungan phisik persediaan).
Jika perusahaan ingin memperkirakan berapa saldo persediaan pada akhir bulan atau tanggal tertentu bisa digunakan Retail Inventory Method atau Gross Profit Method. Namun demikian pada akhir tahun tetap terus dilakukanstock opname, agar bisa diketahui berapa saldo persediaan yang betul-betui dimiliki perusahaan. Perbedaan pencatatan antara perpetual danphysical inventory system:
Ada dua sistem pencatatan persediaan yang biasa digunakan, yaitu perpetual system danphysical (periodical) system. Dalam perpetual system, setiap ada pembelian, perkiraan persediaan akan didebit, setiap ada penjualan, perkiraan persediaan akan dikredit. Jika digunakanphysical system, perkiraan persediaan tidak pernah didebit waktu pembelian dan tidak pernah dikredit waktu ada penjualan. Karena itu jika perusahaan ingin mengetahui berapa saldo persediaan pada akhir periode, harus dilakukan stock opname (perhitungan phisik persediaan).
Jika perusahaan ingin memperkirakan berapa saldo persediaan pada akhir bulan atau tanggal tertentu bisa digunakan Retail Inventory Method atau Gross Profit Method. Namun demikian pada akhir tahun tetap terus dilakukanstock opname, agar bisa diketahui berapa saldo persediaan yang betul-betui dimiliki perusahaan. Perbedaan pencatatan antara perpetual danphysical inventory system:
Perpetual Physical
Pembelian : DR Persediaan xx DR Pembelian xx
CR Utang/Kas xx CR Utang/Kas xx
Penjualan : DR Piutang/Kas xx DR Piutang/Kas xx
CR Penjualan xx CR Penjualan xx
DR Harga Pokok Penjualan xx
CR Persediaan xx
Perpetual system biasanya digunakan pada perusahaan yang jenis persediaamya tidak banyak tetapi nilai persediaan per unitnya besar, misalnya dealer mobil dan toko emas. Phisycal systembiasanya digunakan pada perusahaan yang jenis persediaan-nya banyak tetapi nilai persediaan per unitnya kecil, misalnya toko bahan bangunan,
Perpetual system biasanya digunakan pada perusahaan yang jenis persediaamya tidak banyak tetapi nilai persediaan per unitnya besar, misalnya dealer mobil dan toko emas. Phisycal systembiasanya digunakan pada perusahaan yang jenis persediaan-nya banyak tetapi nilai persediaan per unitnya kecil, misalnya toko bahan bangunan,
1. Untuk mengetahui apakah terhadap barang-barang yang rusak, bergerak lambat dan ketinggalan mode sudah dibuatkan allowance yang cukup.
Barang-barang tersebut di atas tidak mungkin lagi dijual dengan harga normal, supaya bisa terjual harus dijual dengan harga obral yang umumnya lebih rendah dari harga pro perolehannya.
Karena itu harus dibuatkan allowance dalam jumlah yang cukup, dalam arti tidak terlalu kecil (karena akan mengakibatkan laba terlalu besar) dan tidak terlalu besar (akan mengakibatkan laba terlalu kecil).
Barang-barang tersebut di atas tidak mungkin lagi dijual dengan harga normal, supaya bisa terjual harus dijual dengan harga obral yang umumnya lebih rendah dari harga pro perolehannya.
Karena itu harus dibuatkan allowance dalam jumlah yang cukup, dalam arti tidak terlalu kecil (karena akan mengakibatkan laba terlalu besar) dan tidak terlalu besar (akan mengakibatkan laba terlalu kecil).
1. Untuk mengetahui apakah ada persediaan yang dijadikan jaminan kredit.
Salah satu bentuk barang jaminan dari kredit yang diperoleh dari bank adalah persediaan, Jika ada persediaan yang dijadikan jaminan, hal ini harus diungkapkan (di cfi’scfose) dalam catatan atas laporan keuangan (notes to financial statements}.
Salah satu bentuk barang jaminan dari kredit yang diperoleh dari bank adalah persediaan, Jika ada persediaan yang dijadikan jaminan, hal ini harus diungkapkan (di cfi’scfose) dalam catatan atas laporan keuangan (notes to financial statements}.
2. Untuk mengetahui apakah persediaan diasuransikan dengan nilai pertanggungan {insurance coverage) yang cukup.
Persediaan harus diasuransikan, sehingga seandainya terjadi kebakaran, bisa diperoleh ganti rugi dari perusahaan asuransi dan perusahaan bisa terhindar dari kerugian karena kebakaran tersebut. Nilai pertanggungan asuransi harus cukup, dalam arti tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Yang harus diwaspadai adalah, jika perusahaan mengasuransikan persediaan denganinsurance coverage yang terlalu besar, terutama dalam keadaan bisnis yang lesu, mungkin perusahaan bermaksud membakar persediaannya agar mendapat keuntungan dari ganti rugi perusahaan asuransi.
Persediaan harus diasuransikan, sehingga seandainya terjadi kebakaran, bisa diperoleh ganti rugi dari perusahaan asuransi dan perusahaan bisa terhindar dari kerugian karena kebakaran tersebut. Nilai pertanggungan asuransi harus cukup, dalam arti tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Yang harus diwaspadai adalah, jika perusahaan mengasuransikan persediaan denganinsurance coverage yang terlalu besar, terutama dalam keadaan bisnis yang lesu, mungkin perusahaan bermaksud membakar persediaannya agar mendapat keuntungan dari ganti rugi perusahaan asuransi.
3. Untuk mengetahui apakah ada perjanjian pembelian/penjualan persediaan yang mempunyai pengaruh yang besar terhadap laporan keuangan.
Jika hal tersebut ditemukan, harus diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. Misalnya: pada tanggal 24 November 2002, perusahaan menandatangani kontrak penjualan dengan salah satu pelanggannya untuk menjual 10.000 unit barang X dengan harga jual Rp.100.000,- per unit, penyerahan barang akan dilakukan pada tanggal 13 Februari 2003. Ternyata di bulan Februari 2003 harga pasar barang X tersebut meningkat menjadi Rp.130.000,- per unit. Karena sudah adasales commitment, maka perusahaan mau tidak mau harus tetap menjual barang tersebut ke pelanggannya sebanyak 10.000 unit dengan harga sesuai kontrak, yaitu Rp.100.000,- per unit.
Jika hal tersebut ditemukan, harus diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. Misalnya: pada tanggal 24 November 2002, perusahaan menandatangani kontrak penjualan dengan salah satu pelanggannya untuk menjual 10.000 unit barang X dengan harga jual Rp.100.000,- per unit, penyerahan barang akan dilakukan pada tanggal 13 Februari 2003. Ternyata di bulan Februari 2003 harga pasar barang X tersebut meningkat menjadi Rp.130.000,- per unit. Karena sudah adasales commitment, maka perusahaan mau tidak mau harus tetap menjual barang tersebut ke pelanggannya sebanyak 10.000 unit dengan harga sesuai kontrak, yaitu Rp.100.000,- per unit.
Dalam hal ini perusahaan rugi sebesar 10.000 X (Rp.130.000, — 100.000,-) = Rp.300.000.000,-.
4. Untuk memeriksa apakah penyajian persediaan dalam laporan keuangan sudah sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia/SAK.
Dalam hal ini harus diketahui sistem pencatatan persediaan yang digunakan perusahaan{perpetual atau physical system} dan metode penilaian persediaan yang digunakan perusahaan (apakah berdasarkan harga perolehan, dengan FIFO atau LIFO atau Average cost method},apakah sudah diterapkan lower of cost or market atas persediaan tersebut.
Dalam hal ini harus diketahui sistem pencatatan persediaan yang digunakan perusahaan{perpetual atau physical system} dan metode penilaian persediaan yang digunakan perusahaan (apakah berdasarkan harga perolehan, dengan FIFO atau LIFO atau Average cost method},apakah sudah diterapkan lower of cost or market atas persediaan tersebut.
11.3 PROSEDUR PEMERIKSAAN (YANG DISARANKAN) ATAS PERSEDIAAN
Prosedur pemeriksaan dibagi atas prosedurbompliance test, analytical review dan substantive test.
Dalam praktiknya, prosedur pemeriksaan yang dibahas di sini harus disesuaikan dengan kondisi perusahaan yang diaudit.
Prosedur pemeriksaan persediaan mencakup pembelian, penyimpanan, pemakaian dan penjualan persediaan, karena berkaitan dengan siklus pembelian, utang dan pengeluaran kas serta siklus penjualan, piutang dan penerimaan kas.
Prosedur pemeriksaan untuk compliance test.
1. Pelajari dan evaluasi internal control atas persediaan.
1. Dalam hal ini auditor biasanya menggunakaninternal control questionnaires, yang contohnya bisa dilihatdi Exhibit 11-1.
2. Lakukan test transaksi(compliance test} atas pembelian dengan menggunakan purchase order sebagai sample.Untuk test transaksi atas pemakaian persediaan (bahan baku) bisa digunakan material requisition sebagaisample. Untuk test transaksi atas penjualan, bisa digunakan faktur penjualan sebagaisample.
3. Tarik kesimpulan mengenai infernal control atas persediaan.
Jika dari test transaksi auditor tidak menemukan kesalahan yang berarti, maka auditor bisa menyimpulkan bahwa in rnal control atas persediaan berjalan efektif. Karena itusubstantive test atas persediaan bisa dipersempit.
Prosedur pemeriksaan substantive atas persediaan.’
1. Lakukan observasi atas stock opname (perhitungan phisik) yang dilakukan perusahaan (klien).
2. Minta Final Inventory List [Inventory Compilation) dan lakukan prosedur pemeriksaan berikut ini:
· Check mathematical accuracy(penjumlahan dan perkalian).
· Cocokkan “quantity per book”dengan stock card.
· Cocokkan “quantity per countdengan “count sheet kita (auditor)
· Cocokkan “total value” dengan buku besar persediaan.
1. Kirimkan konfirmasi untuk persediaanconsignment out.
2. Periksa unit price dari raw material(bahan baku), work in process(barang dalam proses), finished goods (barang jadi) dan supplies(bahan pembantu).
3. Lakukan rekonsiliasi jika stock opname dilakukan beberapa waktu sebelum atau sesudah tanggal neraca.
4. Periksa cukup tidaknya allowance for slow moving (barang-barang yang bergerak lambat), barang-barang yang rusak dan barang-barang yang ketinggalan mode.
5. Periksa kejadian sesudah tanggal neraca (subsequent event).
6. Periksa cut-off penjualan dan cut-off pembehan.
7. Periksa jawaban konfirmasi dari bank,loan agreement (perjanjian kredit), notulen rapat,
8. Periksa apakah ada sates ataupurchase commitment per tanggal neraca.
9. Seandainya ada barang dalam perjalanan (goods in transit),lakukan prosedur berikut ini:
· Minta rincian goods in transit per tanggal neraca.
· Periksa mathematical accuracy,
· Periksa subsequent clearance.
1. Buat kesimpulan dari hasil pemeriksaan persediaan dan buat usulan adjustment jika diperlukan.
2. Periksa apakah penyajian persediaan di laporan keuangan sudah sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia/SAK.
Penjelasan Prosedur Audit
1. Lakukan observasi atas stock opname yang dilakukan klien.
Stock opname dilakukan terutama untuk persediaan yang berada di gudang perusahaan, Untuk barang consignment out dan barang-barang yang tersimpan di public warehousejika jumlahnya material harus dilakukan stock opname, jika tidak material, cukup dikirim konfirmasi. Stock opname bisa dilakukan pada akhir tahun atau beberapa waktu sebelum/ sesudah akhir tahun.
Untuk perusahaan yang internal controhyalemah, stock opname sebaiknya dilakukan pada tanggal neraca. Untuk perusahaan yang internal controlnya baik, stock opname bisa dilakukan beberapa waktu sebelum atau sesudah tanggal neraca. Namun demikian, sebaiknya tidak terlalu jauh dari tanggal neraca, untuk memudahkan auditor pada waktu melakukan trace backward/trace forward (rekonsiliasi saldo persediaan pertanggal stock opname dengan pertanggal neraca).
Contoh trace forward di perusahaan dagang:
Saldo persediaan per tanggal
Stock Opname 30-11-02 Rp. 150.000.000
Pembelian 1-12-02 s/d 31-12-02 Rp. 350.000.000
Penjualan 1-12-02 s/d 31-12-02 (Rp.430.000.000)
Saldo persediaan per 31-12-02 Rp. 70.000.000
Ada beberapa hal yang harus dilakukan auditor sebelum pelaksanaan stock opname:
1. Dapatkan dan pelajari Petunjuk Pelaksanaan Stock Opname (Phisycal Inventory Instruction)yang dibuat oleh perusahaan, di mana biasanya telah mencakup:
· Pengaturan team/petugas stock opname.
· Tanggal pelaksanaan stock opname.
· Lokasi dan denah gudang
· Pembatasan semininal mungkin ke luar masuknya barang pada waktu pelaksanaan stock opname.
· Prosedur cut-off, yaitu mencatat nomor dan tanggal terakhir darireceiving report dan issuing report/shipping report.
· Penggunaan bin-tag untuk mencatat hasil perhitungan, yang sebelumnya ditempelkan di setiap jenis barang.
Bin-tag tersebut mencantumkan: nama dan jenis barang, nomor kode barang, satuan dan jumlah unit, dan diberi nomor urut tercetak(prenumbered).
Contoh Bin-Card
Team pertama akan menghitung barang tersebut, misalkan HzSCli lalu mencantumkan hasil perhi-tungannya di bagian 1 dan mem-bubuhi paraf atau tanda tangan-nya, lalu merobek bagian 2 untuk diserahkan ke petugas yang akan mencatat dalam final inventory list di kolom “first counf (hitungan pertama). Team kedua akan me-lakukan hal yang sama, mengisi di bagian 3 dan menyerahkan ke petugas final inventory list.
Dengan demikian setiap barang akan dihitung dua kali oleh tim yang berbeda.
Contoh “Physical Inventory Instruction” bisa dilihat di Exhibit 11-3.
Jika auditor menggangap physical inventory instruction tersebut mengandung kelemahan atau kekurangan, ia harus menyarankan ke klien untuk melengkapinya.
Ø Lakukan peninjauan gudang sebelum stock opname dilakukan, untuk mendapat gambaran mengenai lokasi gudang, dan apakah barang-barang di gudang telah disusun rapih menurut jenis dan kelompoknya. Jika ditemukan barang-barang masih tercampur antara jenis yang satu dengan jenis yang lainnya, auditor bisa meminta klien untuk merapihkan dulu penyusunan barang-barang tersebut dan kemungkinan menunda pelaksanaan stock opname, agar bisa diperoleh hasil perhitungan yang akurat.
terima kasih !
*berbagai sumber
Langganan:
Postingan (Atom)